Menapaki November, mengingatkan kita pada sebuah momen perjuangan yang dilakukan oleh pejuang-pejuang tangguh di Surabaya. Pekik takbir dari Bung Tomo, mengucurkan semangat jihad dari setiap ubun-ubun para pejuang untuk membabat habis kaum penjajah.
Momen perjuangan ini tentunya harus menjadi sebuah motivasi bagi rakyat Indonesia untuk terus berjuang di tengah krisis multi dimensi yang sedang terjadi. Cekikan ekonomi yang terus melanda masyarakat kita, menjadi seolah tak berarti tatkala para elite politik negeri ini hanya sibuk mengurus perutnya sendiri. Kondisi ini bagi pemuda adalah sebuah tantangan. Menghadapi zaman yang sebagian orang mengatakan zaman edan, maka pemudalah yang berdiri di shaf paling depan untuk berteriak dengan lantang dan menendang “keedanan” tersebut dengan semangat optimisme memperbaiki bangsa ke arah yang lebih baik.
Seorang kawan dari Malaysia mengatakan, “Sukarno, bekas presiden Indonesia pernah berkata : ”berikan saya 10 orang pemuda akan saya pindahkan sebuah gunung”. Begitu dahsyat sekali tenaga pemuda/mahasiswa dalam pengalaman Sukarno, tapi memang itulah kenyataannya, pemudalah yang menyongsong peluru dengan bambu (buluh) runcing, sehingga akhirnya Indonesia merdeka di atas gelimpangan para syuhadanya. Saya, biasanya akan menyambung ucapan beliau “Jangan berikan saya 1000 orang tua, yang tiap sebentar akan bertanya, ada obat nyamuk nggak ?; tandasnya ada nggak ? makan bagaimana ?, o alah, isteri saya sakit. Macam-macam alasan yang diberikan. akhirnya masa akan habis untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan, jadi bagaimana mahu berjuang”.
Mencermati perubahan yang lambat di negeri ini, apakah salah satunya disebabkan oleh terhambatnya perubahan karena banyak orang tua yang tidak bijak ? kalau saya diijinkan berpendapat, mungkin ada benarnya juga. Banyak para elite politik yang notabene sudah tua plus bergelar koruptor tidak kunjung insyaf atas segala perbuatannya. Malah tetap punya semangat tinggi untuk ikut Pemilu yang akan datang. Sungguh, paru-paru kita jadi sesak melihat kondisi seperti ini. Saya tentu tidak menggeneralisir semua orang tua seperti ini, toh saya yakin masih ada diantara para orang tua yang bijak menyikapi perubahan. Begitu pentingnya peran pemuda/mahasiswa, sehingga Anwar Ibrahim pun ikut berbicara, “Tiupkan semula semangat merdeka dalam diri anak-anak muda, mulakan daripada anda !”.
Ramlan Nugraha
Staff Kastra KAMMI Daerah Bandung
Orientasi Peradaban
Saya tidak ingin terlalu banyak menyalahkan para orang tua yang tidak bijak menyikapi ini semua. Kita adalah generasi yang harus melihat sejarah sebagai cermin. Tidak ditinggalkan seperti halnya membuang bungkus kacang goreng. La Historie Se Pete (sejarah akan selalu berulang). Sejarah harus diposisikan sebagai salah satu referensi kita untuk bertindak di masa yang akan datang. Mengutip tulisannya Anis Matta, sudah seharusnya orientasi peradaban dimulai dengan pertanyaan, “Berapa syarat kemenangan yang sudah kita miliki ?; berapa lagi yang belum kita miliki ?; apa yang harus kita miliki untuk memilikinya ?; Sebaliknya, berapa sebab kekalahan yang tersimpan dalam diri kita ?; bagaimana mengatasinya atau mengeliminasi dampak buruknya ?.
Kualitas SDM
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah salah satu poin penting yang harus ditingkatkan di negeri ini. Al-Qur’an sendiri menerangkan secara serius mengenai masalah ini, yaitu bagaimana kualitas umat Islam mampu melakukan formasi 100 banding satu atau minimal dua banding satu.
“Hai Nabi kobarkanlah semangat para mu’min untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal : 65).
Masih ingatkah kita ketika Amru bin al-‘Ash, komandan pasukan muslimin yang ditugaskan membebaskan Mesir meminta bala bantuan empat ribu orang pasukan, tetapi khalifah Umar bin Khattab ra. hanya mengirim empat orang saja, yaitu Maslamah bin Mukhallad, Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Shamit dan Zubair bin Awwam. Umar berkata,: Menurutku, satu orang dari mereka sama nilainya dengan seribu orang.”
Optimisme pemuda untuk memperbaiki kondisi bangsa dan menjadi pemimpin perubahan di negeri ini harus diimbangi dengan adanya keseimbangan antara tekad dan kualitas pribadi (fardiy). Masalah internal seperti rendahnya kapasitas spiritual (maqdirah imaniyah), kapasitas intelektual (maqdirah aqliyah), kapasitas fisik (maqdirah badaniyah), kapasitas profesional (maqdirah mihniyah) haruslah menjadi sorotan utama para pemuda untuk terus mendapatkan peningkatan setiap waktu, tentu ini ada hubungannya dengan manajemen dan perencanaan perjuangan da’wah (idariyah wa takhthithiyah).
Wallahu ‘alam bishshawab.
Bandung, 19/11/07
“Jika takut dengan Risiko, Usah bicara soal Perjuangan !”
Jumat, November 23, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar